Our Music




Hari pertama belajar sebagai murid kelas 2 SMP. Horeee!!! Horeee!!! Akhirnya aku memiliki para
junior yang bisa dikerjai. Ups, niat buruk itu sepertinya sudah ada di dalam kepalaku. Tapi tenang
saja, mana mungkin aku yang begitu baik seperti malaikat ini tega mengerjai para junior yang
masih polos. Jadi aku tetap memilih menjadi senior yang baik.
"Percy, album perdana Gita Gutawa sudah beredar!" Tia, temanku yang satu ini memang selalu
lebih terlambat dari yang lain. Albumnya itu sudah keluar beberapa minggu yang lalu. Sungguh
terlambat kalau baru mengetahuinya sekarang.


"Sudah tau." Jawabku singkat.
"Yah Percy, jangan sinis begitu donk. Aku kan hanya ingin memberitahumu. Aku sudah mendengar
lagu-lagunya. Aku pikir suaramu tidak terlalu kalah lho dengan Gita Gutawa. Kalau kamu terus
mengasah kemampuan vokalmu, aku yakin kau akan menjadi penyanyi terkenal seperti
cita-citamu."
Meskipun awalnya aku kesal padanya karena kebiasaannya yang 'selalu terlambat' itu, tapi
akhirnya aku luluh juga mendengar pujian yang begitu tulus keluar dari mulutnya, "Terima kasih Tia
untuk pujianmu. Semoga apa yang kau katakan itu bisa menjadi kenyataan untukku."
"Iya sama-sama. Oh ya, aku juga sudah mendownload lagu-lagu itu kedalam format MP3.
Mau coba dengar?"
"Mmm..maaf, tapi jangan sakit hati ya. Sebenarnya aku juga sudah lebih dulu mendownload
lagu-laggu itu."
Tak lama kemudian bibir Tia maju sekitar 2 cm kedepan, "Yah, Tia ketinggalan lagi deh."
"Hahaha, begitulah. Tapi sebenarnya ada satu lagu Gita Gutawa yang tidak berhasil kutemukan di
internet. Urgh, padahal itu lagu yang paling kusuka."
Sayup-sayup aku mendengar melodi yang indah dari komposer kondang, Erwin Gutawa dan juga
suara emas dari Gita Gutawa. Melodi dan suara itu sungguh menyatu membentuk harmoni yang
indah. Tapi ada satu suara lagi yang mengikutinya. Suara laki-laki yang ikut menyanyikan lirik yang
dinyanyikan Gita Gutawa.
"Your head up high...Smile on your face .......And wish, that you will always be loved....The stars
will lead you every steps you take"
Suara itu, ditelingaku terdengar seperti suara malaikat. Walaupun lagu Gita Gutawa
sesungguhnya adalah lagu yang dinyanyikan oleh perempuan, tapi laki-laki-yang-aku-tidaktau-
siapa menyanyikan lagu itu dengan sempurna seakan-akan menyanyikan lagu Your Love itu
dalam versi yang berbeda.
"Lagu itu!" Segera aku tersadar dan segera berlari mencari asal melodi itu. Ya, lagu yang berjudul
Your Love itulah yang sangat aku inginkan. Sulit sekali mencari lagu itu di internet. Bagaimanapun
caranya, aku harus mendapatkan lagu itu untuk handphone-ku.
Ternyata asal suara itu tak jauh dari tempatku berasal tepat didepan pintu kelasku. Awalnya aku
mengira yang berdiri disana adalah patung pualam karena wajahnya yang terpahat sempurna.
Postur tubuhnya tegap, dan dadanya begitu bidang. Rambutnya hitam, kulitnya mancung, dan
matanya sipit seperti orang Cina. Mungkin dia memang merupakan warga peranakan Cina karena
memang banyak warga keturunan Tionghoa yang bersekolah disini. Saat aku datang, dia masih
terus bernyanyi mengiringi suara Gita Gutawa yang dia dengarkan secara seksama dari
handphone-nya.
"Kamu! Lagu Gita Gutawa itu berasal dari HP-mu ya?" Tanyaku sok akrab. Uh Percy, kamu itu
bagaimana sih! Seharusnya kan kamu mengajaknya berkenalan dulu!
Mungkin dia takut salah orang dan memperhatikan sekelililngnya, memastikan kalau memang
dialah yang kuajak bicara, "Aku?"
"Iya, kamu! Wah, sudah dari kemarin-kemarin aku menginginkan lagu itu. Bisakah kamu
mengirimkan lagu itu via bluetooth kepadaku?"
"Oh, tentu." Katanya. Kemudian dia mengotak-atik HP-nya dan siap mengirimkan lagu itu
kepadaku. "Oh ya, namaku Dion. Kamu?" Katanya sambil mengulurkan tangan.
Dengan ragu-ragu aku menyambut uluran tangan itu. Heran, kan aku duluan yang mengajaknya
berbicara, kenapa justru dia yang mengajakku berkenalan? "Percesvhy, itu namaku. Sedikit susah
menyebutkannya jadi kamu boleh memanggilku dengan nama kecilku, Percy. Orang-orang
memanggilku begitu."
"Percy?" Sekarang giliran dia yang heran. "Cukup aneh juga namamu. Boleh aku minta nomor
HP-mu? Jadi kalau nanti ada lagu Gita Gutawa, atau lagu lainnya aku bisa langsung
memberitahumu."
Namaku aneh? Oke harus kuakui namaku memang sedikit asing..
Aneh, gumamku dalam hati. Baru pertama bertemu sudah bertukar nomor HP. Tapi tidak
apa-apalah, "Lagunya sudah terkirim. Terima kasih, Dion."
Dan begitulah awal pertemuanku dengannya. Lagu Your Love yang menyatukan kami.

Every time I close my eyes
And say my prayer at night
I thank God each day for your love
That gives me wings so fly up high
To reach my dream aim for the sky
You always said...
Your head up high, smile on your face
And wish that you will always be loved
The stars will lead you every steps you take
Don't you ever be afraid, believe in you
I'll be there to guide you
Wherever you may go...
Thank you for your love, forever...

***

Bertukar nomor HP ternyata bukan ide yang buruk. Semenjak kejadian itu kami selalu ber-sms ria
setiap malam sebelum tidur dan saling mengucapkan selamat malam. Tidak hanya membicarakan
soal musik tetapi juga soal pelajaran, guru, bahkan gosip-gosip terpanas di sekolah. Cukup aneh
sebenarnya mengingat dia adalah seorang laki-laki dan tidak banyak laki-laki yang menyukai
gosip. Intinya, sampai detik ini aku masih menganggapnya laki-laki yang aneh.
Dan kabar menarik lainnya adalah kalau ternyata aku dan Dion berada di kelas yang sama di
kelas VIII ini. Bahkan dia duduk tepat di belakangku dan terus menerus menendang kursiku selama
jam pelajaran. Huh, jahil sekali dia. Tidak hanya itu, terkadang dia menarik bajuku, mengambil
pensilku, dan lain sebagainya. Aku tidak akan dibiarkan tenang selama ada dia.
Kali ini seperti biasa dia mengajakku berbincang di jam istirahat. Kau tahu, hubungan kami
semakin dekat saja akhir-akhir ini. Dia bahkan memproklamirkanku sebagai sahabat terbaiknya.
"Vhy, jadi kamu mau ikut lomba menyanyi itu?" Tanya Dion saat acara bincang-bincang kami. Oh
ya, satu hal lagi yang belum kuberi tau. Dia tidak memanggilku 'Percy' seperti teman-temanku
yang lainnya. Dia selalu memanggilku 'Vhy'. Karena menurutnya Percy merupakan nama yang
aneh.
"Mmm...bagaimana ya? Kau tahu sendiri kan kalau dalam lomba itu diwajibkan untuk berduet
dengan pasangannya. Jujur, aku tidak terlalu bagus dalam berduet. Menyamakan suara dengan
pasangan adalah hal yang sulit buatku. Tak hanya itu saja, aku tidak terlalu pandai menunjukkan
emosi pada lawan bernyanyiku. Lagipula aku tidak punya pasangan untuk berduet kok."
"Oh ayolah! Vhy, kau harus ikut lomba itu. Aku yakin dengan kemampuanmu, kamu akan
mendapatkan gelar juara. Oh bukan, dengan kemampuanmu KITA yang akan mendapat gelar
juara."
Kita? "Maksudmu?"
"Ya, kita berdua. Bersama kita akan ikuti lomba itu."
Jadi begitulah, kami mengikuti lomba itu berdua. Kami akan menyanyikan lagu Dua Hati Menjadi
Satu yang sebenarnya dibawakan oleh Gita Gutawa featuring Gadafi. Dion sendirilah yang
memilih lagu itu untuk kami nyanyikan.
Untuk mempersiapkan diri, kami berdua sering berlatih bersama di studio pribadi milik Dion. Tapi
tetap saja, aku masih belum mendapatkan feel untuk bernyanyi bersama.
"Sejak melihatmu, kujatuh hati padamu..." Akupun manyanyikan bagianku dengan caraku."
"STOP!" Dion cukup mengejutkanku kali ini. Dia terlihat lesu kemudian mematikan musik
pengiring lagu kami. "Bukan seperti itu. Jangan lupa, kita sedang berduet sekarang. Nyanyikan
dengan ekspresi. Ini kan lagu yang romantis, apa susahnya sih menunjukkan ekspresi cinta pada
pasangan duetmu?" "Tentu saja sulit. Sudah kubilang kan aku tidak terbiasa!"
"Biar kuberi contoh." Dion menyalakan kembali musik pengiring dan siap bernyanyi. Mendadak
dia mendekatiku kemudian menatapku mesra, "Sejak melihatmu, kujatuh hati padamu. Saat
mengenalmu, semakin kuingin kamu."
Jantungku berdetak cukup keras saat dia menatapku seperti itu. Ini pengalaman pertama bagiku
untuk "ditatap" sedemikian rupa oleh seorang laki-laki.
"Begitu saja, apa susahnya sih?"
Ternyata dia memang benar-benar profesional dalam mengekspresikan musik yang seperti
mengekspresikan jiwanya walupun aku tahu itu hanya pura-pura. Lihat, jantungku saja sampai
berdegup kencang karenanya. Jadi aku kembali memfokuskan diri pada latihanku, terutama latihan
untuk mengekspresikan musik.
Sejak melihatmu, kujatuh hati padamu
Saat mengenalmu, semakin kuingin kamu
Maukah engaku menemani aku?
Hari ku indah, dua hati menjadi satu
Hari ku indah, dua langkah kan bersatu
Andai aku dan kamu bersama selalu
Saat kau menatapku, aku jadi salah tingkah
Kau genggam tanganku, berdebar-debar jantungku
Maukah engaku menemani aku?

**********

Selesailah perlombaan duet itu. Kami hanya mendapatkan juara harapan dua, lumayan untuk yang
baru pertama kali mengikuti lomba duet. Mungkin aku memang kurang mengekspresikan diri
sehingga kami hanya mendapat gelar juara tersebut.
"Hei, Vhy." Seperti biasa, ucapan selamat pagi dari Dion hanya berupa kata 'hai' tak lupa dengan
jitakan pada kepalaku.
"Aduh."
Sialnya Dion malah tertawa mendengarku mengaduh. "Kau ini bagaimana sih. Seharusnya kau
sudah tau kebiasaanku yang selalu menjitak kepalamu. Jadi seharusnya kamu sudah
mempersiapkan diri untuk kujitak."
"Apa? Urgh, menyebalkan!" Aku terus memakinya hingga dia pergi menjauhiku. Dia itu kenapa sih
senang sekali menjahiliku? Uh, andai saja dia bisa berubah menjadi laki-laki romantis seperti saat
dia menyanyikan lagu Dua Hati Menjadi Satu itu.
Tia yang dari tadi memperhatikan kami sampai geleng-geleng kepala dibuatnya, "Kau tahu apa
yang aneh dari Dion?"
"Tak usah kau tanyapun aku sudah tau kalau dia memang aneh. Tak ada tangan sejahil itu selain
tangannya."
Lagi-lagi Tia geleng-geleng kepala. "Bukan itu maksudku. Saat Dion menjitak kepalamu tadi, ada
yang aneh dengan itu. Entah mengapa aku merasa itu seperti caranya untuk mengekspresikan
rasa sayangnya padamu. Bukan rasa sayng yang biasa, melainkan rasa sayang yang spesial."
Aku meraba kepalaku yang barusan dijitak oleh Dion, "Masa sih?"

********

"Tuhan, aku ingin mencurahkan isi hatiku kepadamu...
Dia, tlah kuanggap, tlah kupandang...
Sama sekali ku tak cinta...
Tapi sesuatu tlah terjadi menjadi terbalik...
Kini kurasa, yang dia rasa, padaku....
Jika cinta biarkanlah, aku jadi cinta...
Jika sayang biarkanlah, aku jadi saying...
Hatiku kini miliknya, Tuhan tolong, jangan jodohkan dia dengan yang lain"

Suara Delon mengalir lembut dari TV di kamarku. Lama sekali Delon tidak mengeluarkan album
hingga akhirnya keluar juga album terbarunya dan hits terbaiknya berjudul Terbalik. Segera aku
meng-sms untuk mengabarkan hal tersebut karena aku ingat bahwa Dion sangat mengagumi
Delon. Tak lama kemudian Dion meneleponku.
"Vhy, coba kamu hubungi nomor aku setelah aku menutup telepon ini. Oke?"
Tuuut...tuuut...ternyata Dion langsung memutus hubungan teleponnya tanpa memberiku
kesempatan bicara. Jadi aku segera melaksanakan perintahnya untuk mencoba menghubunginya
kembali.

"Jika cinta biarkanlah, aku jadi cinta...
Jika sayang biarkanlah, aku jadi saying...
Hatiku kini miliknyaTuhan tolong, jangan jodohkan dia dengan yang lain"

Ternyata itu yang ingin Dion tunjukkan padaku. Begitu kuberitahu tentang lagu Delon tersebut, dia
langsung memakai lagu tersebut sebagai nada sambung pribadi di HP-nya. Dia tidak mengangkat
teleponnya dan membiarkan aku terus mendengarkan lagu itu.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir lagu ini merupakan lagu yang cocok untukku sekarang. Tak pernah
sekalipun aku terpikir untuk mencintainya. Akupun tak menyangka akan mencintai karena aku
sendiri sadar kalau yang aku rasakan ini memang cinta. Perasaan nyaman yang dia ciptakan
bukan hanya karena kami seorang sahabat, tapi karena aku mencintai. Dia memang orang aneh,
menyebalkan, dan pengganggu bagiku. Tapi sekarang semua berubah menjadi terbalik. Tanpa
sadar aku terhanyut dalam perasaanku yang mencintainya. Dan bahkan aku baru sadar kalau aku
benar-benar mencintainya dan berterima kasih atas semua perhatiannya selama ini meskipun
dalam bentuk yang aneh.
Sekarang Dion menyuruhku untuk selalu me-miss call HP-nya. Alasannya sederhana, dia ingin
aku selalu mendengarkan nada sambung pribadinya. Alasan yang aneh.
"Mmm...Sebenarnya Dion, kamu tak perlu repot-repot menyuruhku seperti itu. Aku bisa
mendownload lagunya dari internet."
"Tidak, pokoknya harus!" Dion menentang argumenku. "Karena hanya dengan begitu aku bisa
memastikan kalau kamu baik-baik saja."
"Memangnya kamu itu bodyguardku apa?" Tapi meskipun begitu aku tetap mematuhi perintahnya.
Dalam sekali minimal 3 kali aku menghubungi nomornya meskipun dia tak pernah mengangkatnya.
Aku tak bisa lepas dari tugas itu karena Dion selalu memarahiku tiap aku absen me-miss callnya.
Tak hanya itu saja keanehannya. Bahkan kemarin-kemarin dia menyuruhku menandatangani
tasnya dengan spidol. Supaya tidak hilang meskipun dicuci, katanya. Dia juga memaksa untuk
menandatangani tasku meskipun dia hanya menandatangani tasku dengan pena dan langsung aku
cuci keesokan harinya. Dia marah saat tahu kalau aku mencucinya. Lagi-lagi tingkahnya itu
membuatku heran.
"Dion, mengapa kamu selalu bertindak berlebihan akhir-akhir ini? Tingkahmu itu terlihat aneh
untukku. Lagipula aku ini kan bukan siapa-siapanya kamu."
"Aku hanya ingin kamu mengingatku, Vhy. Itu saja. Mengapa kamu tidak bisa mengerti?"
"Mengingat? Tanpa kau ingatkanpun aku sudah pasti akan mengingatmu setiap hari sebagai orang
yang selalu menjahili aku."
Muka Dion terlihat lesu dan kecewa saat aku mengatakan itu, "Kalau begitu maafkan semua
tingkahku padamu, Vhy. Aku hanya memiliki firasat kalau kita akan berpisah. Maka dari itu, aku
ingin kamu terus mengingatku dimanapun kamu berada."
Aku jadi menyesal melihat reaksi Dion yang diluar dugaanku. Segera aku merogoh tasku dan
mengambil sebuah buku pink kemudian membuka lembaran yang kosong di depan muka Dion,
"Ini!"
"Untuk apa?"
"Kamu tanda tangan saja disini bila kamu mau. Asal kamu tau, buku ini adalah buku harianku. Jauh
lebih berharga dibandingkan dengan tasku. Kuharap kamu akan merasa lebih 'terhormat' karena
aku menyuruhmu menandatangani buku harianku."
Seketika wajahnya berubah sumigrah. Segera dia mengambil pena dan menandatangani buku
harianku. Diberikannya lagi buku harianku itu sehingga aku dapat membaca kata-kata yang
ditulisnya dibawah tanda tangannya....
Vhy Jelek!
Urgh, Diiiioooonnnn!!! Bahkan sekarang kamu masih bisa membuatku kesal!
**************

Minggu pagi yang cerah, Dion menjemputku ke rumah untuk kemudian memaksaku ikut
dengannya. Entah aku mau diajak kemana.
"Ayo!" perintahnya
"Tidak! Aku tidak mau pergi sebelum kamu menjelaskan akan membawaku kemana."
"Pokoknya ke suatu tempat. Ayo cepat!" Dengan paksa Dion menarik bajuku dan menyeretku ke
pintu depan hingga akhirnya aku mengerti kalau dia tidak akan membiarkanku lepas. Jadi aku
menyerah dan ikut dengannya.
Ternyata Dion membawaku ke sebuah padang rumput yang indah sekali. Selain indah, disana
tidak ada orang lain selain kami seakan-akan tempat ini milik kami berdua.
"Bagus kan? Disini sepi, makanya aku sering berlatih bernyanyi disini. Dibandingkan menyanyi di
studio, aku lebih suka menyanyi disini karena aku dapat mendengar suaraku sendiri lebih jernih.
Kalau kau mau aku bisa berbagi tempat ini denganmu."
"Wow, ini indah sekali. Terima kasih, Dion."
Di padang rumput itu kami berkejar-kejaran, makan cemilan, mengobrol santai, hingga akhirnya
kami berdua lelah dan berbaring di rerumputan yang hijau itu.
"Nyaman sekali." Gumamku.
"Memang." Katanya. "Terasa lebih nyaman karena kamu ada disini menemaniku."
"Ah kamu ini, bisa saja." Aku jadi tersipu dan dia langsung tertawa melihat mukaku yang merah
seperti buah tomat.
"Kau tahu, aku sering berkhayal disini. Menganggap rumput hijau ini adalah panggung besar yang
disediakan untukku. Pohon-pohon disini yang jadi penontonnya. Aku membayangkan diriku
menyanyi di panggung yang besar dan penonton bertepuk tangan untukku." Tiba-tiba Dion
bercerita tanpa kuminta.
"Ya, akupun sering memimpikan hal yang sama denganmu. Akupun ingin menjadi penyanyi dan
membuat orang-orang disekitarku turut merasakan perasaan yang kuutarakan lewat laguku."
Dion menatap mataku dalam-dalam dan akupun membalas tatapan itu. Tatapan itu begitu hangat
namujn begitu sedih, "Aku tak ingin berpisah denganmu."
"Aku juga tidak. Lagipula kita akan berpisah kemana sih?" Tanyaku.
"Entahlah, aku tidak tau."
Tiba-tiba hujan turun dan kami meutuskan untuk berteduh dibawah pohon. Sambil menunggu hujan
reda, kami bercanda ria dibawah pohon itu. Hingga akhirnya hujanpun berhenti dan menyisakan
rangkaian warna-warna indah dilangit. Pelangi.
Dion mengambil nafas panjang seperti kebiasaannya sebelum mulai bernyanyi. Tak lama
kemudian aku mendengar suara malaikat itu mengalunkan lagu yang indah.....

"Somewhere over the rainbow, way up high
In the land that I heard of once in the lullaby
Somewhere over the rainbow, skies are blue
And the dreams that you dare to a dream really do come true"

Dion menyanyikan lagu itu dengan tempo yang sangat lambat seperti sedang meninabobokan
anak kecil. Itu lagu Over the Rainbow versi Il-Divo yang memang dinyanyikan oleh vokal grup
Il-Divo dalam tempo yang sangat lambat.
"Mungkin betul kalau impian kita bisa terkabul suatu saat nanti. Impian kita akan terkabul di suatu
tempat di sebrang pelangi."
Dion tersenyum mengiyakan kata-kataku kemudian melanjutkan nyanyiannya yang sempat
tertunda...
"Somewhere I'll wish upon a star
And wake up where the clouds are far behind me
When troubles melt like lemon drops
A way above the chimney tops
That where you'll find me."

************************

Orang tuaku akan pindah tugas keluar kota dan memaksaku pindah dari kota ini. Aku tidak mau!
Aku tidak mau berpisah dengan Dion! Lagipula aku sudah betah disini dengan sahabatsahabatku.
Tapi orang tuaku tidak mau mengerti. Mereka tetap memaksaku pindah mengikuti
mereka. Oh, ini tidak adil bagiku. Pindah disaat aku sudah hampir naik ke kelas tiga, rasanya
tanggung sekali.
Mengapa aku yang harus pergi? Apa ini yang dimaksud dengan Dion dengan firasatnya pada
waktu itu? Tapi kenapa sekarang saat cintaku sudah terlalu dalam pada Dion. Saat aku sedang
menikmati semua perhatiannya meskipun perhatian itu bukan perhatian pada seorang kekasih.

Mengapa kita bertemu...
Bila akhirnya dipisahkan...
Mengapa kita berjumpa...
Bila akhirnya dijauhkan...

Lagu milik grup band Yovie and Nuno mengalun dari CD Player. Aku tidak ingin mendengar lagu
menyakitkan seperti itu. Maka dari itu aku segera mematikan CD dengan sadar.
Dion...hanya dia yang ada di benakku. Aku putuskan untuk memberi tahu Dion terlebih dahulu
sebelum aku pindah. Jadi aku mengajaknya bertemu di padang rumput.

"Jadi kau benar-benar pindah?" kata Dion.
"Kemungkinan besar begitu."
"Baiklah kalau begitu."

Tak terasa air mataku menetes. Aku segera kabur menjauhinya saat air mataku tak bisa
terbendung lagi. Aku tak mau air mataku terlihat olehnya. Aku ingin dia hanya mengingat wajahku
yang sedang bahagia saat aku bersama dengannya.
Ternyata aku terlalu mencintainya. Sedalam ini sampai-sampai aku tak ingin melepaskannya.
Ternyata firasat Dion benar. Aku yang akan pergi meninggalkannya.
Aku pulang ke rumah dan langsung mengurung diri di kamar sambil menangis. Mungkin karena aku
terlalu lelah sehingga aku tertidur. Saat aku bangun, hari sudah sore dan ada bungkusan indah di
meja samping kasurku.
"Bi, barang ini punya siapa ya?" Tanyaku pada Bi Surti, pembantu di rumah ini sambil menunjukkan
bungkusan indah itu.
"Oh itu, itu milik Nona. Tadi Tuan Dion mengantarkannya kesini bahkan dia sendiri yang meletakkannya di
kamar Nona Percy."
Dion? Aku kaget mendengarnya. Untuk apa Dion mengantarkan bungkusan ini. Karena
penasaran aku langsung membuka bungkusan itu. Isinya CD rekaman yang berisi suaranya
sendiri. Jadi aku mengganti CD Yovie and Nuno yang masih ada di dalam CD Player ku dan
menggantinya dengan CD pemberian Dion sehingga aku bisa mendengarkan suara Dion
yang seakan-akan sedang berdiri dihadapanku menyanyikan lagu yang khusus dinyanyikannya
untukku.

Quando sono solo sogno all arizonte
E mancan le parole
Si lo so che non c? Luce ln una stanza
Quando manca il sole
Se non ci sei tu con me, con me
Su le finestre
Mostra a tutti ilmio cuore
Che ha accesso
Chiudi dentro me. La luce che
Hai in contrato perstrada
Time to say goodbye
Paesi che non ho mai Veduto e vissuto con te
Adesso si li vivroCon te partiro
Su navi per mari che io lo so
Nono non esis to no piu
It's time to say goodbye
Quando sei lontana
Sogno all arizzonte
E mancan le paroleE io siloso
Che sei con me con me
Tu mia luna tu sei qui con me
Mio sole tu sei qui con me con me con me con me

***

Setahun kemudian...
Tidak banyak yang terjadi setelah setahun berlalu. Hari-hari berlalu begitu saja tanpa kehadiran
Dion. Tak lama setelah aku pindah, handphoneku hilang sehingga nomor HP Dion hilang dan
otomatis hubunganku dengannya terputus. Kucoba menghubunginya lewat e-mail yang masih
kuingat. Tapi ternyata dia sudah tidak pernah mengecek e-mailnya lagi.
Sekarang aku sudah kuliah. Aku sudah tidak tinggal dengan orang tuaku lagi melainkan tinggal di
asrama bersama teman-teman lain yang sama-sama mendapatkan beasiswa untuk kuliah di
negara ini. Sekarang aku kuliah di Berlin. Meskipun sudah kuliah, aku masih aktif bernyanyi dan
mengikuti berbagai perlombaan berharap aku akan menemukan Dion dalam berbagai
perlombaan tapi ternyata aku tidak menemukan siapa-siapa. Aku justru menemukan saingansaingan
baru yang levelnya jauh lebih tinggi. Hmm, dunia ini memang luas.
Aku tidak tahu bagaimana kabar Dion sekarang. Yang jelas perasaanku terhadapnya masih
tersimpan rapi dalam hatiku. Mungkin memang aku harus melupakan Dion. Mungkin Dion
memang bukan takdirku.
Tuhan maafkan diri ini
Yang tak pernah bisa menjauh dari angan tentangnya
Namun apalah daya ini
Bila ternyata sesungguhnya aku terlalu cinta dia
Mungkin lagu milik Rosa yang berjudul Terlalu cinta itu sangat pas untuk menggambarkan keadaan
hatiku. Berkali-kali kucoba untuk melupakannya meyakinkan diri kalau dia bukan takdirku. Tapi aku
tetap saja tidak bisa menerima kehadiran orang lain selain Dion. Kenapa perasaan ini sebegitu
dalamnnya?
Mengenai lagu yang Dion berikan sebelum aku pindah, aku tidak terlalu mengerti artinya. Aku
hanya bisa mengerti satu kalimat dalam lagu itu yaitu Time to say goodbye. Mungkin kurang lebih
lagu itu berarti kata-kata perpisahan.
CD itulah yang selalu menemaniku satu tahun ini. Aku mendengarnya melalui walkman dan
menggunakan headset sehingga orang lain tidak dapat mendengarnya seakan-akan lagu ini
memang hanya untukku. Hingga pada suatu hari CD pemberian Dion tersebut ditemukan oleh
temanku, Jasper Whitlock. Iseng dia memutar CD itu pada CD-nya. Jasper mendengarkan
lagu yang dibawakan oleh Dion sampai habis kemudian memberi komentar dalam bahasa
Inggris.
"Siapa laki-laki itu? Dia sungguh pandai menyanyikan lagu ini. Saya sendiri sangat menyukai lagu
'con te partiro' ini dan saya sungguh kaget mendengar orang lain yang juga dapat menyanyikan
lagu ini dengan baik."
"Jadi kamu tau lagu ini?" aku balik bertanya. Tentu saja dengan Bahasa Inggris karena Jasper
tidak mengerti Bahasa Indonesia.
"Tentu saja."
"Bisakah kamu terjemahkan lagu ini kedalam Bahasa Inggris, please?" Pintaku
"Oke, tentu saja bisa. Untukmu segalanya akan kulakukan."
"Thanks, Jasper."
Aku menyerahkan selembar kertas dan pena agar Jasper dapat menuliskan terjemahannya
kedalam Bahasa Inggris sehingga lebih mudah kupahami. Setelah selesai ia tersenyum dan
menyerahkan kertasnya padaku.

When I'm alone
I dream on the horizon and words fail
Yes I know there is no light in a room
Where the sun is not there
If you are not with me
At the windows
Shows everyone my heart which you set alight
Enclose within me
The light you encountered on the street
Time to say goodbye
To countries I never saw and shared with you
Now yes, I shall experience them
I'll go with you
On ships across seas
Which I know
No no, exist no longer
With you I shall experience them
It's time to say goodbye
When you are far away
I dream on the horizon
And words fail
And yes I know
That you are with me
You, my moon are here with me
My sun, you are here with me
With me with me with me

Air mataku kembali menetes saat membaca lirik lagu ini. Dion...Dion...Dion...Bolehkah aku
percaya kalau kau juga mencintaiku saat sebelum kita berpisah? Bolehkah aku percaya kalau kau
juga tak ingin kehilanganku? Bolehkah aku terus percaya kalau kau juga masih menantiku sampai
saat ini, setelah setahun berlalu? Mungkin sudah sangat terlambat bagiku karena baru
menyadarinya sekarang.
Aku menangis dalam pelukan Jasper semenatara Jasper menyediakan a shoulder to cry on
untukku. Dion...Dion..Dion... Andaikan Jasper yang sedang memelukku sekarang adalah
Dion. Dion...Dion... aku berharap sekali akan kehadirannya. Dion...Dion...apakah benar kau
akan menyusulku ke negri ini?
"Apakah dia benar-benar berarti untukmu?" Tanya Jasper.
"Ya, sangat."
Sampai sebuah e-mail masuk ke komputerku. Sebuah e-mail dari Tia.
Dear Percy Aku tidak tahu apakah e-mail mu ini masih aktif atau tidak. Segera kabari aku bila
kamu sudah membaca e-mail ini. Ada sesuatu yang penting yang harus aku beritahu padamu.
Tia? Sedikit kesedihanku hilang saat membaca e-mail dari Tia. Setelah setahun tak ada kabarnya
akhirnya Tia mengirimkan sebuah e-mail. Mungkin dari Tia aku bisa mendapatkan informasi
tentang Dion.
Karena Tia sedang on line pada saat yang sama, maka aku masuk ke messenger agar aku dan
Tia bisa berkomunikasi lebih mudah dengan cara chating.

Percesvhy: Tia?
Tia : Percy! Akhirnya aku menemukan jejakmu
Percesvhy: Hal penting apa yang kamu sebutkan di e-mail, Tia?
Tia : Sebenarnya ini tentang Dion
Aku berhenti mengetik. Dion? Ada apa dengan dia? Atau jangan-jangan Tia ingin mengabarkan
kalau Dion sudah menjadi penyanyi terkenal di Indonesia? Wah, mungkin saja itu kabar yang
ingin Tia beritahu padaku.
Percesvhy: Dion? Ada apa?
Tia : Dion kecelakaan dan masih belum sadarkan diri. Dia terus menyebut namamu. Aku kasihan
melihatnya. Aku hanya ingin memberitahumu tentang hal ini.

Aku kembali menangis setelah sesaat tadi air mataku sempat berhenti. Jasper yang masih ada
didekatku tidak mengerti mengapa aku menangis lagi. Jasper menatap layar komputer, penuh
dengan Bahasa Indonesia yang dia tidak mengerti. Segera Jasper mematikan komputer karena
menduga hal yang ada pada monitor itulah yang membuatku menangis.
Apa yang bisa kulakukan sekarang untuk menyelamatkan Dion? Aku hanya bisa berdoa untuknya
disini. Dion, kenapa pada saat aku baru menyadarinya disaat itulah kejadian ini terjadi? Dion,
kumohon agar kamu kembali. Kamu harus bisa menyusulku kemari. Dion, oh Dion.
"Kau mau kutemani menangis semalaman?" Jasper berbaik hati menawariku.
"Tidak! Jasper, kumohon pergilah. Aku sedang ingin sendirian sekarang. Please, Jasper." Pintaku
memohon padanya.
"Baik kalau itu memang maumu. Aku memang tidak mengerti hal apa yang membuatmu menangis.
Satu hal yang harus kau ingat, memohonlah pada Tuhan untuk memberikan keajaiban. Keajaiban
itu masih ada."
Bersamamu kulewati lebih dari seribu malam
Bersamamu yang kumau
Namun kenyataannya tak sejalan
Tuhan, bila masih ku diberi kesempatan,izinkan aku untuk mencintainya
Namun bila waktuku telah habis dengannya,
Biar cinta hidup sekali ini saja
Tak sanggup, bila harus jujur
Hidup tanpa hembusan nafasnya
Tuhan, bila waktu dapat kuputar kembali
Sekali lagi untuk mencintainya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biarkan cinta ini hidup untuk sekali ini saja
Betul juga, kurasa aku tidak bisa bila tidak ada dia. Aku tak yakin hatiku siap menerima orang lain
selain dia. Bila aku harus jujur, aku merasa tak sanggup hidup tanpa hembusan nafasnya. Karena
itu Tuhan, aku mohon untuk tidak mengambilnya dari dunia ini. Berikan aku kesempatan sekali lagi
untuk bertemu dengannya. Bila memang kesempatanku itu sudah habis, mungkin aku tidak bisa
mencintai orang lain lagi. Sambil menutup mataku, dibawah bintang-bintang, aku berdoa agar
harapanku dapat terkabul. Sampai mataku terasa berat menandakan kalau aku butuh tidur.

***End***


"Persembahan Buat Seseorang yang Aku Tidak Tahu dimana Dia Sekarang...."

Categories:

0 komentar: